SEJARAH SOSIOLOGI ISLAM
Secara umum, hal hal
yang di sebut oleh setiap mazdab pemikiran, setiap agama dan setiap nabi juga
merupakan factor perubahan social yang fundamental dan efekti dalam aliran
itu.
Seluruh ayat Al-qur’an
tertuju pada al-nas yaitu manusia, kata al-nas adalah kata
yang sangat bernilai untuknya ada sejumlah sinonim, namun kata satu satunya
yang menyerupai secara struktural dan fenotis adalah kata massa. Dalam
sosiologi massa meliputi semua orang tanpa ada perbedaan perbedaan antar kelas
yang ada di antara mereka atau membedakan karakter karakter yang menjauhkan
satu kelompok dari lainnya. Oleh karena itu massa untuk manusia saja tanpa
kelas khusus.
Islam adalah aliran
pemikiran social pertama yang mengakui massa sebagai factor dasar, fundamental,
dan sadar dalam menentukan sejarah.
Secara etimologis
ashabiyah berasal dari kata ashaba yang berarti meningkat. Secara fungsional
ashabiyah menunjuk pada ikatan sosial budaya yang dapat di gunakan untuk
mengukur kekuatan kelompok sosial dan solidaritas sosial dengan menekan pada
persatuan kelompok. Tanpa di barengi ashabiyah maka keberlangsungan dan
eksistensi suatu negara, dinasti dan kerajaan akan sulit terwujud serta negara
tesebut berada dalam ancaman disintegrasi dan menuju kehancuran.
Ibnu khaldun membagi
istilah ashabiyah menjadi dua macam pengertian. Pertama, yaitu konsep
persaudaraan(brotherhood). Dalam sejarah peradaban islam konsep ini membentuk
solidaritas sosial masyarakat islam untuk saling bekerja sama. Semangat ini
mendorong kekuatan yang sangat dahsyat dalam menopang kebangkitan dan kemajuan
peradaban. Pengertian yang kedua bermakna negatif, yaitu menimbulkan rasa
kesetiaan dan fanatisme membuta yang tidak di dasarkan pada kebenaran.
Bagi islam awal
perdebatan teologis yang terpenting ialah mengenai ajaran dari rahmat dari
tuhan. Tradisi mengkaji islam sebagai objek studi ilmu ilmu sosial atau
sosiologi telah lama dilakukan dengan cara yang tidak an sich (pada hakekatnya)
ilmu sosial. Adanya tulisan tokoh sosiologi seperti Max Weber tentang islam
menjadi menarik, meski belum utuh dalam mengkaji islam tetapi tulisan tentang
islam dan nabi Muhammad telah memberikan kerangka awal bagaimana sosiologi
mengkaji islam.
Pendekatan
rasionalisme weber dalam menjelaskan islam, tampaknya tidak di sertai dengan
objektivikasi yang kuat, penjelasannya dapat di sebutkan bahwa weber lebih
mendahulukan pemahaman atas realitas yang tampak nyata dari pada mengkaji dan
memahami komunitas islam yang dikonstruksi dengan seperangkat nilai (value). sebagai
ilmuwan yang menurut penulis serba bisa kuntowijoyo terus mengembangkan corak
berpikirnya, dalam makalah makalah yang di sampaikan dalam berbagai
pertemuan,seminar sejak tahun 1970-an menunjukan adanya konsistensi dalam upaya
mengonstruksi ilmu sosial yang berpijak pada keilahian, ilmu sosial yang digali
dari dalam islam.
Kerangka dasar yang
digunakan kuntowijoyo bersumber pada penafsiran Q.S Ali imron 3:110) tafsiran
ini tentu merupakan langkah progesif seorang ilmuwan muslim untuk melihat
konteks sosial secara ilmiah dengan menggunakan teks islam dan sejarah umat
islam, merekonstruksi ilmu sosial dari dalam tradisi islam sendiri, tanpa
mengabaikan teori dan metodologi ilmu ilmu modern yang diambil dari tradisi
barat, sebagai alat untuk memperoleh dan memproduksi pengetahuan yang sahih
dari dalam rahim islam itu sendiri.
Ibn sina mengelompokan
kedalam tiga kategori teori ilmu pengetahuan islam, yaitu ilmu ilmu metafisika,
ilmu ilmu matematika, dan ilmu ilmu alam atau fisik. Ketiga pemilahan yang
dilakukan di atas memiliki basis ontologinya masing masing. Mengenai basis
ontologis ilmu ilmu metafisika ini di kemukakan olehIbn khaldun dalam kitabnya
yang terkenal muqaddimah kedalam lima bagian yakni. 1 bagian mempelajari wujud
sebagai wujud (sering disebut ontologi) 2 bagian yang mempelajari materi
umumyang mempengaruhi benda benda jasmani dan spiritual, seperti likuiditas,
kesatuan,pluralitas, dan kemungkinan. 3 bagian yang mempelajari asal usul benda
yang ada dan menentukan bahwa mereka adalah entitas entitas spiritual (masuk
pada kosmologi). 4 bagian yang mempelajari bagaimana cara benda ada dan
mempelajari susunan mereka. 5 bagian yang mempelajari keadaan jiwa setelah
berpisahnya dengan badan dan kembalinya ke asal atau permulaannya.
Islam menghendaki adanya
transformasi menuju transendensi. Transormasi inilah yang akan menjadi core dan
dikaji oleh sosiologi dalam perspektif islam. Dalam suatu ceramahnya Mohammad
Hatta menyarankan agar lembaga pendidikan tinggi islam menggali konsep konsep
islam dalam kehidupan, khususnya ajaran islam mengenai masyarakat. Dalam sosial
ini merefleksikan fenomena sosial dalam bingkai islam atau kita sebut dengan
perpaduan dua struktur, yaitu struktur pencipta dan ciptaan, inilah yang kita
sebut dengan realitas transendensi dan realitas empiris, antara yang melampaui
fakta inderawi dan fakta yang tampak nyata. Orientasi transendensi itu
merupakan pengakuan tauhid, suatu afirmasi atau pengakuan bahwa Allah itu maha
pencipta dan penguasa alam semesta. Tauhid merupakan suatu konsep yang bersifat
dinamis, tauhid sebagai pandangan dunia dapat dimaknai sebagai sebuah pandangan
umum tentang realitas, kebenaran, ruang dan waktu, dunia dan sejarah manusia.
Setiap manusia yang
percaya kepada tuhan (tauhid yang benar) meyakini bahwa Allah adalah pencipta
yang telah memberikan segenap makhluk-NYA, suatu wujud yang eksistensial, ia
adalah the ultimate cause dari segenap peristiwa atau kejadian atau proses
penciptaan. Manusia cerdas dan masyarakat yang teratur yang menjadi core
sosilogi harus menempatkan hakikat tuhan yang tidak mendua, karena itu harus
ditolak suatu bentuk kehendak dan kekuatan selain Allah, seperti magis, sihir,
roh roh halus. Tauhid berlawanan dengan takhayul atau mitos yang menjadi musuh
dari ilmu.
Struktur trandensi
guna menerapkan teks (al quran dan asunah) yang merujuk ke gejala gejala
sosial, jean pigaet mengutip struktur dibagi menjadi tiga . pertama wholenes
(keseluruhan). Unsur unsur sebuah struktur tunduk pada hukum yang mengatur
keseluruhan sistem itu. Contoh islam (menyerah kepada allah) sebagai
keseluruhan dan unsur unsurnya shalat, zakat, dan puasa. Kedua transformation
(perubahan bentuk) islam tumbuh dalam waktu yang terentang 23 tahun masa
kerasulan nabi. Transformasi dari islam yang semata mata sebagai gerakan
keagamaan pada periode mekkah menjadi gerakan sosiopolitik pada periode
madinah. Ketiga self-regulation (mengatur diri sendiri) unsur yang bertambah
hanya pada dalam wilayah struktur itu, tidak pernah dari struktur luar, ia
melestarikan dirinya sendiri. Contoh pengambilan hukum melalui ijma (konsensus
ulama) qiyas (analogi,fatwa dan ijtihad selalu menjadikan Al quran dan As sunah
sebagai sumbernya).
Untuk memperjelas dan
memperkuat kerangka teori dalam menjelaskan struktur sosial masyarakat, ali
syariati menawarkan dua paradikma yang berbeda dengan kecendrungan sosiologi
barat yang sekuler. Pertama, meletakkan pandangan tauhid sebagai pandangan
dasar, pandangan ini menyatakan bahwa kehidupan merupakan bentuk tunggal,
oranisme yang hidup dan sadar, memiliki kehendak, perasaan dan tujuan. Kedua,
memahami dan mengevaluasi segala sesuatu yang membentuk lingkungan dan
mental.yang semuanya mengerucut pada pembaruan islam (protestanisme islam). Hal
ini menjadikan islam sebagai agama yang aktif serta dinamis sehingga dapat
menjadi sumber energi yang besar dan memungkinkan seorang muslim yang
tecerahkan bisa. pertama, menyaring sumberdaya masyarakat serta merubah
kebobrokan menjadi kekuatan dan gerakan, kedua, mengubah konflik antar kelas
menjadi kesadaran dan tangung jawab sosial. Ketiga, menjalin hunbungan dan
pemahaman antara kaum tercerahkan dengan masyarakat menggunakan agama sebagai
basis pergerakan yang bermanfaat untuk masyarakat. Keempat, mencegah agama
jaatuh pada orang yang tidak patut dan memanfaatkan agama dengan kepentingan
pribadi. Kelima, Melumpuhkan agen – agen reaksoner untuk mencegah kebobrokan
masyarakat. Keenam, mengganti semangat peniruan dan kepatuhan dengan semangat
pemikiran bebas (ijtihat) yang kritis, revolusioner dan bagus.
No comments:
Post a Comment