Tuesday 22 May 2018

tauhid dan munculnya aliran-aliran dalam islam


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Dalam makalah ini, kami berusaha memberikan penjelasan mengenai perkembangan tauhid dan faktor-faktor tumbuhnya aliran-aliran dalam Islam. Penjelasan ini sangat diperlukan, mengingat Tauhid memiliki posisi yang terhormat dalam Islam dan Tauhid merupakan pijakan dasar, pondasi agama kita.
Tauhid memiliki pengaruh besar dalam membentuk pola pikir umat Islam. Hal ini dapat dilihat dengan menilik sejarah yang telah lalu. Dilihat dari perkembangan Tauhid dimulai dari sebelum Nabi Muhammad dan sesudahnya.Tauhid dengan inti yang sama, yakni menetapkan sifat “wahdah” (satu) bagi Allah dalam Zat-Nya dan dalam hal perbuatan-Nya menciptakan alam seluruhnya dan bahwa Ia sendiri-Nya pula tempat kembali segala alam ini dan penghabisan segala tujuan.
Sejarah yang akan dijelaskan dalam makalah ini terkait penjelasan Tauhid dan Aliran-Aliran dalam Islam. Dengan membaca berbagai literatur-literatur tentangTauhid, maka kita akan memperoleh gambaran bahwa ke-Tauhidan sudah ada sejak Nabi adam a.s. sampai kepada Nabi Muhammad hingga saat ini.
Apa yang disampaikan
B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana perkembangan Tauhid dalam Islam?
2.      Apa penyebab munculnya berbagai aliran Islam dalam bidang teologi, politik, dan bidang lainnya?

C.    Tujuan Pembahasan
1.      Untuk mengetahui bagaimana perkembangan Tauhid dalam Islam?
2.      Untuk mengetahui apa penyebab munculnya berbagai aliran Islam dalam bidang teologi, politik, dan bidang lainnya?


BAB II
PEMBAHASAN

1.      Sejarah Perkembangan Tauhid
Tauhid artinya mengetahui atau mengenal Allah, mengetahui dan meyakinkan bahwa Allah Ta’ala itu tunggal, esa, tidak ada sekutu baginya.
Sejarah menunjukkan bahwa sejak Nabi Adam adalah nenek moyang manusia yang pertama. Setelah itu ia memiliki banyak keturunan dan ditugaskan menjadi seorang Nabi kepada sekalian anak cucunya itu. Adapun ajaran yang dibawa oleh Nabi Adam adalah meng-Esakan Allah S.W.T. dan anak cucunya taat kepadanya.
Setelah Adam wafat, banyak lagi manusia yang diutus sebagai seorang Nabi untuk menuntun umat. Karena fitrah manusia yang suka dipimpin dan diatur, apabila mereka kehilangan pemimpin, maka hal tersebut akan mengakibatkan penyimpangan-penyimpangan dari jalan lurus menjadi keadaan yang kacau balau.
Begitu pulalah saat Nabi Adam wafat, umat sepeninggalnya kocar-kacir tidak berketentuan. Karena itulah Allah mengutus Nabi Nuh untuk mengatur dan memimpin manusia meskipun telah ada nabi-nabi yang diutus oleh Allah sebelum Nabi Nuh. Inti ajarannya sama, yaitu meneruskan ajaran Nabi Adam (untuk meng-Esakan Allah). Seperti Idris, Syeist, dan lain-lain.
Setelah Nabi Nuh wafat, umat manusia kehilangan pemimpin dan kacau kembali, hingga Allah mengutus Nabi Ibrahim a.s.. Selain mengajarkan dan memimpin ketauhidan kepada Allah S.W.T., beliau juga membawa dan mengajarkan syari’ah, yang diantaranya disyari’ahkan dalam agama yang dibawa Muhammad sebagai bukti adanya hubungan yang erat antara syari’ah Nabi Ibrahim dan syari’ah Nabi Muhammad s.a.w..
Diantara Nabi Ibrahim dan Nabi Muhammad s.a.w. banyak pula nabi-nabi yang diutus oleh Allah, diantaranya adalah Nabi Musa dan Nabi ‘Isya a.s. dengan tugas yang sama, yaitu untuk mengemban ketauhidan manusia.
Kerasulan Nabi Muhammad s.a.w. adalah untuk mengembalikan dan memimpin umat manusia kepada Tauhid, mengakui keesaan Allah S.W.T. dengan ikhlas dan dengan semurni-murninya, seperti yang telah dibawakan oleh Nabi Ibrahim a.s. dahulu. Tauhid yang diajarkan oleh Nabi Muhammad ini adalah sebagai yang digariskan dalam Al-Quran dan Hadist.
Karena sifat-sifat Allah telah terkandung dalam Al-Quran, maka orang-orang tidak pernah menanyakan perihal tersebut kepada Nabi Muhammad. Mereka lebih sering bertanya mengenai ibadah (sembahyang, puasa, zakat,dan amal saleh lainnya). Ditambah Nabi Muhammad tidak membuat banyak syarat-syarat yang dikemukakan oleh beliau kepada mereka yang hendak memeluk Islam dan cara yang digunakan oleh Nabi Muhammad sangat disesuaikan oleh kaumnya kala itu.
Kita ambil contoh dari hadits yang diriwayatkan oleh Syarid bin Suwaid Assaqafi yang artinya sebagai berikut :
“aku berkata, wahai Rasulullah. Bahwasanya ibuku mewasiatkan untuk memerdekakan seorang hamba sahaya mukmin sebagai amalan ibuku, sedang aku mempunyai seorang hamba yang hitam bangsa Nubi. Apakah kumerdekakan ia? Jawab Nabi : panggillah dia!
Lalu kupanggillah ia dan datanglah.
Tanya Nabi : Siapakah Tuhanmu? Jawab budak itu : Allah
Tanya Nabi lagi : Siapakah aku? Jawab hamba itu : Rasulullah
Kemudian Nabi bersabda : merdekakanlah ia, sesungguhnya ia adalah seorang mukmin.”
            Jelaslah bahwa hadits ini menunjukkan seseorang yang akan memerdekakan seorang hamba untuk memenuhi wasiat ibunya. Namun karena tidak berasal dari daerah Islam, orang tersebut datang kepada Nabi dan menanyakan perihal tersebut kepada Nabi Muhammad. Sederhana saja, Nabi bahkan tidak mendengarkan kalimat tasyahud dari orang tersebut, namun Nabi telah yakin bahwa hamba itu adalah mukmin setelah mendengar ber-Tuhan kepada Allah dan mengakui kerasulan Nabi Muhammad. 
Kita mengetahui, bahwa setelah Nabi Muhammad wafat, pemerintah dipegang oleh khulafaurrasyidin semenjak 11-40 H. Dimasa sahabat, ketauhidan sedikitpun tidak ada bedanya dengan dizaman Nabi. Sampai akhir abad pertama Hijrah, barulah mulai ada kegoncangan-kegoncangan, karena munculnya seseorang yang bernama Jaham Ibn Shafwan di negeri Parsi yang tidak mengakui adanya sifat-sifat Allah Ta’ala seperti Ilmu, qadrat dan sebagainya.Banyak kaum muslimin yang terpengaruh oleh hal itu. Namun berbeda dengan orang-orang yang tetap murni ketauhidannya, mereka bangun dan menentang Jaham dan menyatakan bahwa pendapat tersebut sesat. Dari sinilah berawal terciptanya aliran-aliran dalam Tauhid. Aliran-aliran dalam Tauhid itu sendiri terbentuk karena perpecahan yang terjadi sebab perbedaan pendapat dari umat islam tadi.Ditambah lagi pada awal masa Bani Ummayyah terjadinya penerjemahan-penerjemahan kitab filsafat kedalam bahasa Arab yang menimbulkan kecenderungan mental dalam pemikiran Islam.

2.      Pertumbuhan Aliran-Aliran dalam Islam
Semasa hidup Nabi Muhammad, umat islam hidup dalam ketentraman. Tidak ada masalah tentang kesulitan yang dilami oleh umat islam yang tidak bisa dipecahkan. Ketika mereka menemui kesulitan apapun baik itu urusan dunia ataupun agama, maka mereka mendatangi Nabi untuk meminta solusi. Nabi berada ditengah-tengah mereka sehingga permasalahan bisa diminimalisir dengan jalan keluar yang ditentukan oleh Nabi.
Ketika umat islam sedang pada puncak kejayaannya, pancaran cahaya berseri Nabi Muhammad SAW pun ikut mencurahkan segenap jiwa dan raganya untuk turut membela Islam. Mereka tidak pernah meninggalkan suatu urusan yang berhubungan dengan agama dan mereka tidak pernah memikirkan hal yang sulit, pada intinya suasana pada waktu itu sangat tentram aman dan damai. Segala sesuatu yang mereka lakukan didasarkan untuk memperkuat dasar-dasar agama dan meninggikan kalimah Allah.
Sehingga ketika sampai pada wafatnya Rasul, mulailah umat menemukan kerancuan-kerancuan yang sebelumnya belum mereka alami. Hal ini sangat sulit untuk dihadapi oleh kaum muslimin, sedang tokoh yang dijadikan sebagai andalan untuk tempat bertanya dan sebagai pemecah masalah sudah tida ada dan sulit untuk ditemukan pasca wafatnya Rasul.
Amidi seorang ahli sejarah, meriwayatkan perkembangan aliran-aliran dalam islam sebagai berikut :
Umat islam pada masa Nabi wafat, dalam keadaan bersatu dan mempunyai arah yang satu. Hanya beberapa orang saja yang menyeleweng, yang menyembunyikan kemunafikannya dan menyatakan kesetiaannya. Kemudian timbullah khilafiah, terutama dalam soal-soal ijtihad, yang tidak akan mengakibatkan binasanya iman atau kafirnya seseorang.
Tujuan Ijtihad ialah : untuk menegakkan si’ar agama dan menguatkan peraturan-peraturan syarak. Misalnya sebagai berikut :
1.      khilafiah terjadi dikala Nabi sedang sakit dan menyebabkan Nabi wafat.
Pada saat itu, nabi menyuruh para sahabat untuk menunggu beliau mengambilkan sepotong kertas guna menuliskan fatwa-fatwa yang akan ditinggalkan kepada umatnya, supaya tidak tersesat dikemudian hari sepeninggal beliau karena sangat cintanya beliau terhadap umatnya. Namun sayyidina Usman yang turut hadir berkata “Sesungguhnya nabi dalam keadaan sakit keras, sebaiknya tidak usahlah kita menyusahkan beliau lagi, cukuplah Kitabullah yang menjadi pedoman kita”. Hal tersebut mengakibatkan perbedaan pendapat dari para sahabat. Namun nabi meminta untuk berhenti memperdebatkan hal itu dan beliau akhirnya menyetujui apa yang dikatakan oleh Sayyidina Usman dan nampaknya beliaupun sudah memperoleh wahyu.
2.      Khilafiah dikalangan pertahanan yang dipimpin Usamah
Segolongan sahabat mengatakan supaya Usamah dapat disokong dan dipatuhi karena sabda Nabi ; “Biayailah tentara Usamah, karena Allah melaknati orang-orang yang menyalahinya”.
Usamah sendiri adalah anak Zaid. Zaid adalah anak angkat Nabi. Usamah diangkat menjadi kepala pasukan yang bergerak menuju menjalankan tugas ke Syam. Ketika Usamah akan berangkat, nabi turut mengantarkan pasukannya ke perbatasan kota, sedang Nabi sudah mulai sakit.
3.      Khilafiah dikalangan sahabat tentang wafatnya Nabi
Dalam hal ini, Umar mengingkari bahwa Nabi Muhammad wafat, karennya Abu Bakar meyakinkannya dengan mengatakan bahwa Nabi Muhammad adalah seorang manusia biasa yang diangkat menjadi seorang Rasul. Sehingga Sayyidina umar dan Sayyidina Abu bakar menyatakan perihal tentang kesaksiannya untuk mengimani Allah dan Rasulnya sekalipun Rasul telah tiada.
4.      Khilafiah sahabat-sahabat dalam memutuskan dimana Nabi s.a.w dimakamkan
Dalam hal ini, ada yang mengatakan Nabi akan dimakamkan di Mekkah, ada juga yang mengatakan dimakamkan di Madinah dan adapula yang berpendapat dimakamkan di Baitul Maqdis. Namun tiba-tiba mereka mendapat berita dari seorang sahabat yang pernah mendengar Nabi, bahwa nabi-nabi terdahulu dimakamkan ditempat dimana mereka wafat. Maka sepakatlah para sahabat untuk memakamkan beliau dikamar itu juga, yang sekarang merupakan bagian perluasan masjid Nabawi.
5.      Khilafiah tentang pengangkatan pengganti Rasul
Dalam hal ini, kalangan Muhajirin menganggap dari kalangan mereka lebh berhak untuk meneruskan kepemimpinan Rasulullah, sedangkan kaum Anshar juga berpendapat demikian. Hal ini juga dikarenakan Rasulullah tidak meninggalkan wasiat atau sejenisnya untuk menentukan siapa penggantinya. Akhirnya, dengan proses musyawarah dan mufakat yang panjang, diambillah keputusan bahwa Abu Bakar dipilih sebagai khalifah yang meneruskan pemerintahan Rasulullah.
6.      Khilafiah  terhadap sikap memerangi orang-orang yang enggan membayar zakat
Umar berpendapat bahwa umat Islam tidak berhak memerangi orang-orang yang sudah mengucapkan kalimat syahadat. Tetapi Abu Bakar mengatakan bahwa berhak diperangi untuk menyelenggarakan hak dari dua kalimat syahadat itu yaitu shalat dan zakat. Lalu Abu Bakar bersumpah akan menuntut dan memerangi orang-orang yang telah melanggar tersebut. Gagasan Abu Bakar itulah akhirnya yangdipegang oleh para sahabat.
7.      Khilafiah dalam penetapan Abu Bakar kepada Umar ketika menjadi Khalifah
Dalam hal ini diadakan kembali musyawarah dengan proses yang panjang dan tercapailah mufakat bahwa Umar Ibn Khattab yang menggantikan Abu Bakar. Begitu pula penetapan Umar atas 6 sahabat yang akan menggantikannya kelak. Maka terpilihlah Usman Ibn Affan menjadi khalifah. Kemudian Usman terbunuh dan tidak diketahui siapa pembunuhnya. Kemudian dizaman pengangkatan Ali Ibn Abi Talib menjadi khalifah, banyak para sahabat yang tidak berbai’ah terhadap Ali. Akibatnya timbullah perang Jamal dan Siffin.
8.      Khilafiah dalam hukum-hukum furu’ (cabang)
Hal ini merupakan soal menentukan hak-hak waris yang akan diperoleh dari keluarga si mayit dan banyak lagi hukum-hukum lain yang termasuk hukum-hukum juzyat.
            Demikianlah khilafiah-khilafiah tersebut bertumbuh hingga akhir masa sahabat. Kemudian timbullah orang-orang yang bernama Ma’bad Al Juhany, Ghilan Ad Dimisyqi, Yunus Al Aswaru, yang berlainan pendapat tentang qadar. Khilafiah ini terus-menerus jadi bercabang-cabang dan terpecah-belahlah golongan Islam sampai mencapai 73 golongan. Sesuai dengan hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Umar yang berbunyi :

Artinya : “Sesungguhnya akan datang (terjadi) atas umatku sebagaimana yang terjadi atas Bani Israil, setapak demi setapak. Sehingga andainya terdapat dalam kalangan mereka yang orang mendatangi ibunya dengan terang-terangan (berbuat tidak baik), niscaya akan terdapat juga dalam kalangan umatku orang yang berbuat demikian. Dan bahwasanya Bani Israil telah terpecah belah menjadi 72 golongan (madzhab). Dan umatku akan berpecah-belah menjadi 73 golongan. Semuanya itu adalah masuk neraka kecuali, kecuali satu. Sahabat-sahabat berkata : Siapakah golongan itu ya Rasulullah? Jawab Nabi : itulah golongan yang teta menjalani yang kujalani dan sahabat-sahabatku”. Tarmidzi mengatakan bahwa hadits ini termasuk hadits hasan gharib.
Menurut para ulama,diantara 73 golongan itu terdapat :
·         20 golongan dari madzhab Syi’ah
·         20 golongan dari madzhab Khawarij
·         20 golongan dari madzhab Mu’tazilah
·         7 golongan dari madzhab Murjiah
·         1 golongan dari madzhab Bakriyah
·         1 golongan dari madzhab An-Najjariyah
·         1 golongan dari madzhab Jahamiyah
·         1 golongan dari madzhab karamiyah
            Inilah kesimpulan ahli sejarah Al-Amidi, sehingga umat Islam terjerumus kedalam perpecahan yang sangat hebat dan partai-partai yang bersimpang siur, yang satu dengan yang lainnya bermusuhan.
Dari penjelasan Amidi diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa khilafiah terjadi karena pada hakikatnya segala yang diselidiki itu tidak terang, kurang terangnya tempat yang diperselisihkan, keinginan orang yang berbeda-beda, orang-orang yang berlainan watak, berbeda tujuan, taqlid terhadap orang-orang yang terdahulu, perbedaan kecerdasan, mencari pangkat dan kedudukan, fanatik dan pengaruh khayal dan waham dalam pikiran manusia itu sendiri.

3.      Aliran-Aliran dalam Islam
Permulaan dari perpecahan umat Islam boleh dikatakan sejak wafatnya Nabi Muhammad s.a.w. Namun perpecahan itu reda karena terpilihnya Abu Bakar menjadi khalifah. Setelah beberapa lama Abu Bakar memegang kekhalifahan, mulai timbul kembali perpecahan yang disebabkan oleh orang-orang yang murtad dari Islam dan orang-orang yang mengumumkan dirinya menjadi nabi, seperti Musailamah Al-Kadzab, Thulaihah, Sajah dan lain-lain.
Disamping itu adapula golongan yang tidak mau membayar zakat kepada Abu Bakar. Padahal tadinya mereka semua membayar zakat kepada Nabi. Akan tetapi perselisihan itu segera dapat diatasi dan dipersatukan kembali karena kebijaksanaan khalifah Abu Bakar. Maka selamatlah kekuasaan Islam yang muda itu dari ancaman fitnah yang hendak menghancur-leburkannya. Demikianlah berjalan masa kekhalifahan Abu Bakar dan Umar dalam kubu persaudaraan yang erat dan pada masa kekhalifahan inilah digunakan kesempatan untuk menyiarkan dan mengembangkan Islam ke berbagai penjuru negeri.
Tetapi setelah Islam meluas kemana-mana, tiba-tiba diakhir khalifah Usman terjadi suatu cedera yang ditimbulkan yang kurang disetujui oleh pendapat umum.  Menurut pendapat umum, sebagian tindakan Usman kurang sesuai pada zamannya. Apalagi pada pelaksa-pelaksanya yang dinilai tidak beres dalam pekerjaan mereka karena kurang pengawasan dari Sayyidina Usman sendiri. Inilah asalnya fitnah yang membuka kesempatan untuk orang-orang yang lapar kedudukan yang hendak menggulingkan kedudukan Usman. Fitnah ini mengakibatkan terbunuhnya khalifah ketiga itu. Setelah itu Ali terpilih menjadi khalifah. Namun keputusan itu tidak disetujui oleh sebagian golongan. Bahkan ada yang menentang Ali hingga menuduhnya terlibat dalam pembunuhan Usman atau sekurang-kurangnya membiarkan komplotan pembunuhan Usman.
Semenjak itu, perpecahan islam hingga menjadi beberapa golongan dan partai. Diantaranya golongan yang setuju atas pengangkatan Ali, golongan yang mula-mula patuh dan setuju namun memilih untuk bersikap netral, golongan yang terang-terangan menentang Ali, Perpecahan yang memisahkan diri dari tentara Ali, Syi’ah, Qadariyah, Jabariyah, Murjiah, Karamyah, Khawarij dan Mu’tazilah, Ahli Sunnah wal Jama’ah.
Dari penjelasan diatas, kita dapat melihat bahwa aliran-aliran yang lahir dan berkembang dalam Islam tidak terlepas dari reaksi skisme (perpecahan) politik dalam Islam yang berawal dari terbunuhnya Usman Ibn Affan yang berimplikasi terhadap khalifah keempat, yakni Ali Ibn Abi Thalib . dan ketika keduanya terbunuh, wacana kemelut politik berkembang menjadi wacana agama.

4.      Sebab-Sebab Perpecahan Umat Islam
Sekiranya umat Islam berpegang teguh pada Kitabullah dan kepada Sunnah Nabi secara sempurna, tentulah mereka tidak akan membuka pintu kejahatan dan tidak pula membuka jalan bagi aneka kekacauan. Tentunya mereka tidak bercerai berai dan kesatuan mereka tidak hancur. Allah telah menerangkan akibat-akibat buruk bercerai berai dalam Al-Quran pada Surah Al-An’am ayat 159 yang berbunyi :
Artinya : Sesungguhnya orang-orang yang memecah-belah agamanya dan mereka menjadi (terpecah) dalam golongan-golongan, sedikitpun bukan tanggung jawabmu (Muhammad) atas mereka. Sesungguhnya urusan mereka (terserah) kepada Allah. Kemudian Dia akan memberitahukan kepada mereka apa yang telah mereka perbuat.
            Diriwayatkan dari Nabi s.a.w., bahwasanya beliau bersabda :

“Aku telah tinggalkan padamu apa yang jika kamu berpegang kepadanya niscaya kamu tidak akan sesat, yaitu Kitab Allah dan Sunnah Nabi-Nya”.
            Kemudian zaman berjalan terus. Ada bangsa-bangsa yang bangun dan kemudian jatuh, dan kadang-kadang kebudayaan mereka yang tinggi dan kemudian merosot, ada yang eksperimennya berhasil dan adapula yang gagal, ada yang bersengketa dan kemudian sepakat kembali, kadang ada yang menderita beberapa lama dan kemudian datang bahaya dan celah silih berganti hari demi hari. Begitulah manusia mengalami peristiwa-peristiwa sejarah. Maka pengalaman-pengalaman pahit-getir yang beraneka ragam warna itu memberikan kesan yang lebih dalam dari perasaan panca inderanya sendiri.
Hikmat Allah menghendaki supaya segala urusan yang terjadi didalam ini menurut qaidah sebab musabab (akibat). Maka beberapa sebab yang menimbulkan terjadinya perpecahan dalam umat Islam adalah sebagai berikut.
1.      Pengaruh hawa nafsu yang mempengaruhi akal pembahas dan kecenderungan tiap-tiap pembahas pada apa yang disukai oleh hawa nafsunya. Hawa nafsu ini, mulai tumbuh ketika umat Islam berselisihan dalam masalah Khilafah.
2.      Perbedaan nerupakan aqal dalam menanggapi permasalahan hidup yang beraneka ragam coraknya.
3.      Membahas masalah-masalah yang sulit rumit yang sulit rumit yang sukar aqal memahaminya serta membahas sifat-sifat Allah yang menafikannya, sebagaimana mereka mereka membahas nash-nash yang mutasyabihat, masalah qadla dan qadar, perbuatan-perbuatan hamba dan lain-lainnya.
4.      Berkembang paham yang datang dari luar diantara umat islam. Banyak orang-orang Yahudi dan Nasrani hidup ditengah-tengah kaum Muslimin dan terpengaruh oleh pendapat-pendapat mereka yang menyalahi pendapat kaum muslimin.
5.      Banyak penganut-penganut agama lain yang masuk dan menampakkan diri sebagai orang yang beragama Islam, padahal mereka berusaha merusak umat Islam dari dalam.
6.      Penerjemahan kitab-kitab falsafah kedalam bahasa Arab diakhir masa Bani Umayyah, dipermulaan masa Bani Abbasiyyah. Karenanya munculnya berbagai nas’ah dalam pemikiran-pemikiran Islam dan mengalami kecenderungan mental para ulama.
7.      Pengistimbathan hukum-hukum Syar’i
Para Ulama berbeda-beda dalam mengistimbathkan hukum-hukum ‘amaliyah dari Kitab dan As Sunnah dan masing-masing menempuh jalan yang ditempuhnya, lalu mereka mengambil hukum yang ditunjuki oleh dalilnya. Pada perselisihan paham ini, kiranya dapat ditemukan pendapat berharga yang dapat dijadikan pembentuk suatu undang-undang yang adil dan sesuai dengan keadaan manusia serta dapat menyesuaikan dengan zaman.



BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Dari uraian diatas, kami mengambil kesimpulan bahwasanya Tauhid sangat berpengaruh terhadap keyakinan jiwa seseorang untuk meng-Esakan Tuhannya. Hal ini berlaku sejak zaman Nabi Adam yang turun temurun kepada nabi-nabi selanjutnya hingga pada Nabi Akhiruzzaman Nabi Muhammad SAW yang dianut oleh umat Islam.
Namun setelah Nabi saw. wafat, banyak terjadi kerancuan antara umat islam, mereka memiliki kebingungan-kebingungan tentang masalah pemerintahan ataupun hukum-hukum yang dilaksanakan sebagai pedoman hidup pasca wafatnya Nabi SAW. Sebab ketika Nabi masih hidup, segala kegundahan tentang permasalahan hukum-hukum islam mereka tanyakan kepada beliau. Selain itu, sebelum nabi wafat beliau tidak meninggalkan wasiat tentang siapa yang akan menggantikannya sebagai pemimpin pada saat itu.  Dari sini muncul berbagai golongan yang sama-sama kuatnya untuk mempertahankan pendapat dan menguasai kursi kekhalifahan sehingga terbentuklah bermacam-macam aliran yang menyebabkan terpecahnya umat islam tersebut.

No comments:

Post a Comment

tauhid dan munculnya aliran-aliran dalam islam

BAB I PENDAHULUAN A.     Latar Belakang Dalam makalah ini, kami berusaha memberikan penjelasan mengenai perkembangan tauhid dan fakt...